Sabtu, 23 Mei 2009

Deni si Cepat Berputus Asa





Pada suatu pagi Deni disuruh ibunya pergi ke pasar, tetapi ia malas. “Bu, kan kemarin hujan lebat, pasti jalanan becek dan susah dilewati,” katanya. “Pasti bisa dilewati,” jawab ibunya. “Pergilah ke pasar dan jual mentega buatan ibu, lalu belilah tepung dengan uang hasil penjualan mentega itu. Ibu sudah kehabisan tepung untuk membuat roti. Pergilah nak.”

Deni tidak punya pilihan lain. Dibawanya keranjang berisi mentega, lalu ia pun berangkat ke pasar. Namun, ia melihat jalan menuju ke pasar becek dan penuh lumpur. Deni lalu pulang ke rumah. “Bu, jalannya becek dan penuh lumpur, aku takut terpeleset.” Kata Deni. “Jangan cepat putus asa!”, jawab ibunya dengan marah. “Kalau kamu pulang tanpa membawa tepung, awas, akan kucubit kamu.

Deni paling takut dengan cubitan ibunya karena rasanya sakit sekali. Maka ia pun berangkat lagi menuju ke pasar dengan mengeluh dan mengomel. Dilaluinya jalanan yang becek dan berlumpur itu.

Akhirnya ia sampai di sebuah sungai. Biasanya, ada bagian yang dangkal di sungai itu yang bisa dilewati kalau mengenakan sepatu bot. Tetapi karena kemarin hujan lebat, air sungai meluap sangat tinggi, dan tidak mungkin diseberangi tanpa menjadi basah meskipun Deni mengenakan sepatu bot nya. Bagian sungai yang biasanya dangkal pun ikut terendam air.

“Astaga!” seru Deni saat melihat sungai yang meluap itu. “Wah, mana mungkin aku bisa menyeberangi sungai yang airnya meluap itu?” kata Deni putus asa. “Airnya tinggi sekali dan pasti akan masuk ke dalam sepatu bot ku ini.”

Lalu Deni duduk pada sebuah batu sambil memandang sungai itu dengan sedih. “Aku tidak bisa ke pasar, dan ibu pasti akan mencubitku,” keluhnya. Deni hanya duduk termenung di tepi sungai. Ia juga tidak berani pulang ke rumah karena takut dicubit ibunya. “Oh betapa malang nasibku,” kata Deni putus asa.

Tiba-tiba terdengar suara orang bernyanyi-nyanyi riang. Ternyata itu Sally Si Pantang Menyerah. Sally adalah gadis yang periang dan tak pernah berputus asa. Ia juga suka menolong orang lain yang memerlukan bantuannya.

Deni menceritakan masalahnya dan menunjuk ke arah sungai. “Lihatlah Sally, sungai yang meluap itu tidak mungkin bisa diseberangii,” kata Deni.

Sally mengamati sungai yang meluap itu. Ia tertawa melihat Deni yang tampak putus asa dan bersedih. “Astaga Deni, kamu ini memang cepat berputus asa ya,” katanya. “Kalau aku jadi kamu, aku tidak akan berputus asa dan mencari cara supaya bisa menyeberangi sungai ini.”

“Tidak mungkin bisa,” jawab Deni. “Tidak ada cara supaya bisa menyeberangi sungai itu tanpa menjadi basah, dan mungkin malah bisa jatuh terpeleset.”

“Kalau tidak percaya, lihat ini,” kata Sally sambil berjalan mendekati tumpukan batu di tepi sungai. Diambilnya sebuah batu dari tumpukan itu kemudian dilemparkannya ke sungai. Byur! Lalu diambilnya sebuah batu lagi dan dilemparkannya lagi ke sungai itu. Byur!

“Sini bantu aku Deni!” seru Sally kepada Deni. Napas Sally mulai terengah-engah karena capek. “Batu-batu ini sangat berat.”

Deni membantu Sally melemparkan batu-batu itu ke dalam sungai. Lalu, setelah beberapa batu dilempar ke sungai itu, terbentuklah semacam jalan yang terbuat dari batu-batu yang mereka lempar tadi. “Lihat!” seru Deni. “Sepertinya aku bisa menyeberang melewati jalan dari batu-batu yang kita lempar ini”

“Betul kan apa kata ku tadi?” kata Sally. “Aku kan bilang, pasti ada cara untuk menyeberangi sungai ini. Kalau kita mau menggunakan akal dan pantang menyerah, pasti kita akan menemukan cara untuk memecahkan masalah yang kita hadapi.”

Setelah mengucapkan terima kasih kepada Sally, Deni lalu menyeberangi sungai itu dengan melewati batu-batu yang kini membentuk semacam jalan kecil menuju ke seberang. Ia sangat senang, dan hari itu ia belajar bahwa ia tidak boleh cepat berputus asa dan menyerah apabila menghadapi suatu masalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar